asrinews.com, Jakarta – Jaringan Gusdurian menyatakan penolakan terhadap pemberian izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Mereka menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mengatur bahwa penerima izin usaha tambang harus berupa badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui proses lelang.
“Peraturan pemerintah yang memberi izin tambang kepada ormas keagamaan ini bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” ujar Inayah Wahid, dari Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (12/6/2024).
Inayah menjelaskan bahwa pelibatan ormas keagamaan dalam sektor pertambangan memicu perdebatan tentang peran ormas dalam menjaga moral dan etika bangsa. Menurutnya, ormas keagamaan seharusnya mengingatkan pemerintah agar setiap kebijakan didasarkan pada prinsip etika.
“Keterlibatan ormas keagamaan dalam sektor pertambangan bisa menimbulkan banyak risiko, termasuk potensi penyalahgunaan wewenang karena banyaknya jumlah ormas di Indonesia,” tambah Inayah.
Inayah juga menyoroti bahwa Jaringan Gusdurian, yang melanjutkan nilai-nilai dan pemikiran Gus Dur, mengkritik keras peraturan ini. Ia mengingatkan bahwa Gus Dur konsisten menolak industri ekstraktif yang merusak sumber daya alam dan mengeksklusi rakyat dari ruang hidupnya.
“Rekam jejak Gus Dur menunjukkan konsistensinya menolak industri ekstraktif yang merusak alam. Bahkan, ia tercatat sebagai satu-satunya presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang serta melakukan moratorium penebangan hutan,” tegasnya.
Sikap Gusdurian Tolak Ormas Keagamaan Kelola Tambang
Berikut adalah sikap resmi Jaringan Gusdurian terkait kebijakan tersebut:
1. Menolak kebijakan pemerintah yang memberikan izin tambang kepada ormas keagamaan karena bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
2. Meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ini karena berpotensi memunculkan penyalahgunaan wewenang.
3. Menegaskan bahwa pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan dapat menimbulkan ketegangan sosial dan konflik horizontal di tingkat lokal.
4. Mengajak ormas keagamaan untuk tetap menjadi kekuatan penjaga moral, nilai, dan etika bangsa serta terus menjadi pendamping umat demi kesejahteraan bersama.
5. Meminta pemerintah untuk tegas menegakkan hukum terhadap kejahatan lingkungan dan melakukan pemulihan dampak sosial ekologis akibat perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, dan eksploitasi sumber daya alam.
6. Mengajak masyarakat untuk terus mengkritisi kebijakan pemerintah dan memastikan penyelenggaraan negara tetap sesuai dengan konstitusi dan untuk kemaslahatan rakyat. (red)