Opini: Ironi 393 Tahun Kabupaten Tangerang

Oleh: Trio Anggara (Aktivis muda Kabupaten Tangerang)

Kabupaten Tangerang tepat berusia ke-393 tahun pada 13 Oktober 2025, hari ini. Sebuah capaian yang menandai betapa panjang perjalanan sejarah daerah ini dalam dinamika politik, sosial, dan ekonomi di Banten maupun Indonesia. Namun, apakah usia yang nyaris empat abad itu berbanding lurus dengan kematangan tata kelola pemerintahan, atau justru malah mengalami kemunduran?

Sejak berdirinya pada tahun 1632, Kabupaten Tangerang memainkan peran penting dalam berbagai fase sejarah bangsa, mulai dari masa kolonial, perjuangan kemerdekaan, hingga era otonomi daerah.

Letak geografis yang strategis di wilayah penyangga Ibu Kota serta keberadaan Bandara Soekarno–Hatta menjadikan Tangerang sebagai simpul vital dalam jaringan ekonomi nasional. Potensi besar ini semestinya menjadi modal untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga:  Bencana Alam dan Hilangnya Warisan Leuweung Sunda

Namun realitas di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Di tengah laju pembangunan yang tampak di permukaan, keluhan publik terhadap kinerja pemerintah daerah semakin mencuat. Birokrasi lamban, infrastruktur rusak, pelayanan publik yang tidak melayani, hingga dugaan penyalahgunaan anggaran menjadi potret buram di usia yang seharusnya matang.

Ketimpangan pembangunan antarwilayah pun masih mencolok. Daerah-daerah di bagian barat dan selatan Kabupaten Tangerang kerap merasa dianaktirikan dibanding kawasan penyangga Jakarta yang lebih maju.

Belum lagi persoalan lingkungan, terutama sampah dan banjir, yang tidak tertangani secara serius. Sementara itu, praktik transparansi dan partisipasi publik masih jauh dari ideal, memperkuat kesan bahwa pemerintahan daerah cenderung tertutup dan elitis.

Baca juga:  Kecelakaan Truk Tanah Makan Korban Lagi, Trio Anggara Soroti Kinerja Dishub dan Satlantas Kabupaten Tangerang

Ironisnya, setiap peringatan hari jadi daerah kerap dihiasi dengan pidato-pidato penuh janji dan optimisme. Para pejabat daerah berlomba menampilkan narasi kemajuan dan komitmen pelayanan publik. Namun, bagi banyak warga, semua itu tidak lebih dari retorika tahunan tanpa bukti. Janji yang berulang tanpa realisasi hanya memperdalam jurang ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah.

Di usia yang hampir empat abad, Kabupaten Tangerang seharusnya tidak lagi sibuk dengan seremoni dan pesta perayaan. Usia panjang harus menjadi momentum untuk refleksi dan pembenahan, bukan ajang mempertontonkan euforia semu.

Pemerintahan yang baik tidak diukur dari megahnya panggung hiburan, melainkan dari sejauh mana kebijakan publik berpihak kepada rakyat.

Baca juga:  Hikmahbudhi Harap Tokoh Politik Dan Masyarakat Lapang Dada Terima Hasil Pemilu

Meski demikian, harapan belum sepenuhnya pupus. Kabupaten Tangerang memiliki sumber daya manusia, ekonomi, dan sejarah yang kuat untuk bangkit. Tetapi semua itu hanya akan bermakna jika diikuti dengan kemauan politik yang sungguh-sungguh.

Reformasi birokrasi, pemberantasan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar wacana seremonial.

Usia ke-393 tahun seharusnya menjadi pengingat bahwa waktu tidak hanya menua, tetapi juga menuntut kedewasaan. Pemerintah Kabupaten Tangerang perlu membuktikan bahwa perjalanan panjang sejarahnya bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan fondasi bagi masa depan yang lebih bersih, adil, dan transparan.

Tanpa itu, usia tua hanya akan menjadi simbol rapuhnya pemerintahan yang kehilangan arah dan kepercayaan rakyatnya.