Jakarta, asrinews.com – Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP) memasuki hari kedua dengan diskusi yang digagas oleh Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO). Acara ini menghadirkan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, bersama sejumlah pimpinan lembaga terkait perlindungan perempuan dan anak korban TPPO.
Turut hadir Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Mabes Polri, Brigjen (Pol) Desy Andriani; Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani; Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah; serta perwakilan dari Kementerian PPPA seperti Deputi Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati, dan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja, Prijadi Santoso.
Ketua Umum Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo, memimpin diskusi didampingi Ketua Harian, Romo Chrisanctus Paschalis Satumus, dan Sekretaris, Winda Winowatan. Dalam paparannya, Rahayu menyampaikan situasi TPPO di Indonesia, termasuk kasus-kasus yang belum terselesaikan dan keterlibatan pelaku dalam daftar pencarian orang (DPO).
Fokus Daerah Kasus TPPO
Rahayu menyoroti wilayah-wilayah dengan angka kasus TPPO tinggi, seperti:
- Batam, sebagai pusat transit dan tujuan TPPO.
- NTT, dengan banyaknya kasus pekerja migran Indonesia yang menjadi korban.
- Surabaya, tempat pelatihan dan pengiriman pekerja secara masif.
- Sulawesi Utara, sebagai kota asal dan transit korban.
- Bali, yang rawan menjadi tujuan wisata seks dan eksploitasi seksual.
“NTT mencatat ratusan jenazah pekerja migran Indonesia yang dipulangkan setiap tahunnya,” ungkap Rahayu.
Usulan Revisi Regulasi
Jarnas Anti TPPO juga mengusulkan revisi UU TPPO untuk memperkuat perlindungan, khususnya bagi anak-anak di bawah 18 tahun. Salah satu poin yang diusulkan adalah memastikan anak-anak yang menjadi korban eksploitasi diperlakukan sebagai korban tanpa memperhatikan persetujuan mereka.
“Kami berharap ada penguatan kapasitas polwan-polwan yang menangani kasus ini, sehingga direktorat terkait tidak dipandang sebelah mata,” tambah Rahayu.
Dukungan Mabes Polri dan Kementerian PPPA
Diskusi ini mendapat respons positif dari Wamen PPPA, Veronica Tan, dan Direktur TP PPA serta PPO Mabes Polri, Brigjen (Pol) Desy Andriani. Desy menyatakan komitmennya untuk meneruskan temuan dan laporan Jarnas ke pimpinan Polri, terutama terkait dugaan keterlibatan oknum aparat.
Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Paschal, memaparkan situasi TPPO di Batam, termasuk modus operandi mafia TPPO yang melibatkan berbagai pihak. “Kerja masif dan sistematis ini bahkan menggunakan bendera ormas serta melibatkan oknum aparat,” tegasnya.
Rencana Strategis ke Depan
Jarnas Anti TPPO berencana menerbitkan Catatan Tahunan 2024 bersamaan dengan Hari Pekerja Migran Internasional pada 18 Desember mendatang di Batam. Hal ini diharapkan dapat menjadi momentum memperkuat koordinasi antarlembaga untuk memberantas TPPO.
Acara ini menegaskan urgensi perlindungan terhadap perempuan dan anak, sekaligus memperkuat kolaborasi antara pemerintah, penegak hukum, dan organisasi masyarakat untuk menangani TPPO secara komprehensif.